Surfaktan merupakan bahan aktif permukaan. Surfaktan ini memiliki
gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik sehingga dapat mempersatukan campuran
yang terdiri dari air dan minyak. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat ganda
dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air
(hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan minyak/lemak (hidrofobik).
Bagian polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral.
Sifat rangkap ini yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka
udara-air, minyak-air dan zat padat-air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus
hidrofilik berada pada fase air dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak
dengan zat padat ataupun terendam dalam fase minyak. Umumnya bagian non polar (hidrofobik)
adalah merupakan rantai alkil yang panjang ”ekor”, sementara bagian yang polar
(hidrofilik) mengandung gugus hidroksil dan nampak sebagai “kepala” surfaktan.
Representasi surfaktan ditunjukan paga Gambar 1 di bawah ini.
Gambar 2. Representasi struktur surfaktan
Gugus hidrofilik pada surfaktan
bersifat polar dan mudah bersenyawa dengan air, sedangkan gugus hidrofobik
bersifat non polar dan mudah bersenyawa dengan minyak. Pada suatu molekul
surfaktan, salah satu gugus harus lebih dominan jumlahnya. Molekul-molekul
surfaktan akan diadsorpsi lebih kuat oleh air dibandingkan dengan minyak apabila
gugus polarnya yang lebih dominan. Hal ini menyebabkan tegangan permukaan air
menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinyu.
Sebaliknya, apabila gugus non polarnya lebih dominan, maka molekul-molekul
surfaktan tersebut akan diadsorpsi lebih kuat oleh minyak dibandingkan dengan
air. Akibatnya tegangan permukaan minyak menjadi lebih rendah sehingga mudah
menyebar dan menjadi fase kontinyu.
Penambahan surfaktan dalam larutan akan
menyebabkan turunnya tegangan permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi
tertentu, tegangan permukaan akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan
ditingkatkan. Bila surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka
surfaktan mengagregasi membentuk misel. Konsentrasi terbentuknya misel ini
disebut critical micelle concentration (cmc). Tegangan permukaan akan menurun
hingga cmc tercapai. Setelah cmc tercapai, tegangan permukaan akan konstan yang
menunjukkan bahwa antar muka menjadi jenuh dan terbentuk
misel yang berada dalam keseimbangan dinamis dengan monomernya.
Pada konsentrasi kritik misel terjadi penggumpalan atau agregasi
dari molekul-molekul surfaktan membentuk misel. Misel biasanya terdiri dari 50
sampai 100 molekul asam lemak dari sabun Sifat-sifat koloid dari larutan
elektrolit natrium dedosil sulfat dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar
2 Sifat koloid pada natrium dodesil sulfat
Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi nilai cmc, untuk deret homolog surfaktan rantai
hidrokarbon, nilai cmc bertambah 2x dengan berkurangnya satu atom C dalam
rantai. Gugus aromatik dalam rantai hidrokarbon akan memperbesar nilai cmc dan
juga memperbesar kelarutan. Adanya garam menurunkan nilai cmc surfaktan ion.
Penurunan cmc hanya bergantung pada konsentrasi ion lawan, yaitu makin besar
konsentrasinya makin turun cmc-nya.Secara umum misel dibedakan menjadi dua,
yaitu: struktur lamelar dan sterik seperti telihat pada Gambar 3.
Gambar 3
Struktur misel (a) sterik dan (b) lamelar
Karena pada cmc terjadi penggumpalan dari molekul surfaktan, maka
cara penentuan cmc dapat menggunakan cara-cara penentuan besaran fisik yang
menunjukkan perubahan dari keadaan ideal menjadi tak ideal. Di bawah cmc
larutan menjadi bersifat ideal. Sedangkan diatasnya cmc larutan bersifat tak
ideal. Besaran fisik yang dapat digunakan ialah tekanan osmosa, titik beku
larutan, hantaran jenis atau hantaran ekivalen, kelarutan solubilisasi, indeks
bias, hamburan cahaya, tegangan permukaan, dan tegangan antarmuka.
2.2 Jenis-Jenis
Surfaktan
Surfaktan terdiri dari beberapa jenis tergantung pada jenis muatan
yang terdapat pada “kepala” surfaktan tersebut. Jenis-jenis surfaktan yakni:
2.2.1
Surfaktan anionik.
Surfaktan ini memiliki kepala yang
bermuatan negatif. Surfaktan jenis ini banyak digunakan pada industri laundri
dan juga efektif dimanfaatkan dalam proses perbaikan atau perawatan tanah yang
tercemar minyak dan senyawa hidrofobik lainnya. Surfaktan ini dapat bereaksi
dalam air cucian dengan ion air sadah bermuatan positif seperti kalsium dan
magnesium. Reaksi ini menyebabkan deaktifasi parsial pada surfaktan. Semakin
banyak ion kalsium atau magnesium di dalam air maka makin banyak pula surfaktan
anionik yang akan dideaktifasi.
Surfaktan anionik yang banyak digunakan adalah senyaw alkil sulfat,
alkil etoksilat dan sabun. Gambar 4 menunjukkan beberapa contoh surfaktan
anionik.
Gambar 4 Contoh surfaktan anionik
2.2.2
Surfaktan kationik
Surfaktan jenis ini memiliki kepala
yang bermuatan positif di dalam air. Terdapat tiga kategori surfaktan kationik
jika didasarkan pada spesifikasi aplikasinya, yakni:
a.
Pada
industri pelembut dan deterjen, surfaktan kationik menybabkan terjadinya
kelembutan. Penggunaan utamanya adalah pada produk-produk laundri sebagai
pelembut. Salah satu contoh surfaktan kationik adalah esterquat.
b.
Pada
laundri deterjen, surfaktan kationik (muatan positif) meningkatkan packing
molekul surfaktan anionik (muatan negatif) pada antarmuka air. Contoh surfaktan
ini adalah surfaktan dari sistem mono alkil kuartener.
c.
Pada
pembersih rumah dan kamar mandi, surfaktan kationik sebagai agen disinfektan.
Contoh-contoh surfaktan kationik ditampilkan pada Gambar 5.
Gambar 5 Contoh surfaktan kationik.
2.2.3
Surfaktan nonionik
Surfaktan ini tidak memiliki muatan, sehingga menjadi penghambat
bagi dekativasi kesadahan air. Kebanyakan surfaktan nonionik berasal dari ester
alkohol lemak. Contoh surfaktan ini adalah ester gliserin asam lemak dan ester
sorbitan asam lemak. Gambar 6 menunjukkan representasi surfaktan nonionik.
Gambar 6 Representasi surfaktan
nonionik.
2.2.4
Surfaktan amfoter/zwiterionik
Surfaktan ini memiliki muatan positif dan negatif. Ia dapat berupa
anionik, kationik atau ninionik dalam suatu larutan tergantung pada pH air yang
digunakan. Surfaktan ini bisa terdiri dari dua gugus muatan dengan tanda yang
berbeda. Contoh dari surfaktan amfoter adalah alkil betain seperti ditunjukkan
pada Gambar 7.
Gambar 7 Contoh surfaktan amfoter
2.3 Mekanisme Kerja Surfaktan
Pada
aplikasinya sebagai bahan pembersih untuk material kain, tanah dan sejenisnya,
surfaktan dapat bekerja melalui tiga cara yang berbeda, yakni roll up,
emulsifikasi dan solubilisasi.
a.
Roll
up
Pada mekanisme ini, surfaktan bekerja dengan menurunkan tegangan
antarmuka antara minyak dengan kain atau material lain yang terjadi dalam
larutan berair.
b.
Emulsifikasi
Pada mekanisme ini surfaktanmenurunkan tegangan antarmuka
minyak-larutan dan menyebabkan proses emulsifikasi terjadi.
c.
Solubilisasi
Melalui interaksi dengan misel dari surfaktan dalam air (pelarut),
senyawa secara simultan terlarut dan membentuk larutan yang stabil dan jernih.
Mekanismenya roll up dan emulsifikasi terdapat pada Gambar 8.
Gambar 8
Mekanisme kerja surfaktan (a) roll up dan (b) emulsifikasi
Contoh Soal 1:
Sebuah surfaktan yang mempunyai harga HLB 8 akan
digunakan sebagai emulsifier untuk emulsi minyak pada lanolin. Sarankan minimal
2 campuran surfaktan yang harus digunakan oleh seorang ahli kimia dengan
minimal harus menggunakan cetyl alcohol 10%. Berikan alasan Sdr!
Jawaban:
Sebuah surfaktan yang
mempunyai harga HLB 8 akan digunakan sebagai emulsifier untuk emulsi minyak
pada lanolin. Jika dibuthkan minimal 2 campuran surfaktan yang harus digunakan
oleh seorang ahli kimia dengan minimal harus menggunakan cetyl alcohol 10%,
maka campurannya harus dihitung berdasarkan nilai HLB masing-masing surfaktan
dan fraksinya dalam campuran tersebut.
HLB merupakan singkatan dari Hydrophile-Lipophile Balance,
merupakan perbandingan bagian yang larut oleh minyak dan larut oleh air dari
suatu molekul. Sistem ini sebenarnya dikembangkan untuk prosuk teretoksilasi.
Semakin tinggi nilai HLB maka akan semakin besar kelarutannya pada air. Tabel
di bawah ini menunjukkan pendekatan nilai HLB untuk surfaktan sebagai fungsi
kelarutan dalam air.
Kelarutan
di Air
|
Nilai
HLB
|
Deskripsi
|
Tak
larut
|
4
- 5
|
Pengemulsi
W/O
|
Terdispersi
sedikit (seperti susu)
|
6
- 9
|
Agen
pembasah
|
Tembus
cahaya sampai jernih
|
10
- 12
|
Deterjen
|
Sangat
larut
|
13
– 18
|
Pengemulsi
O/W
|
Terdapat dua jenis utama emulsi pada sistem HLB, yakni minyak dalam
air (O/W) dan air dalam minyak (W/O). Fasa O/W merupakan fasa kontinyu.
Bancroft mempostulatkan jika terdapat campuran antara dua fasa dengan keberadaan
surfaktan, maka pengemulsi membentuk fasa ketiga sebagai film pada antarmuka
diantara dua fasa yang bercampur bersama.
Pada proses emulsifikasi dengan menggunakan kombinasi beberapa
pengemulsi maka hilai HLB dihitung menggunakan persamaan:
HLB rata-rata = X1 HLB1 + X2 HLB2
dimana X1 dan X2 merupakan fraksi berat surfaktan 1 dan 2
sementara HLB1 dan HLB2 adalah harga individu HLB
surfaktan 1 dan 2.
Nilai masing-masing HLB surfaktan ditampilkan pada tabel di bawah
ini:
Sehingga
apabila suatu campuran surfaktan dengan nilai HLB rata-rata 8, yang harus
dibuat dengan 10% cetyl alcohol (HLB cetyl alcohol = 15), maka campuran
surfaktan satunya adalah sebagai berikut:
Jika diasmsikan fraksi total = 100%
HLB rata-rata =
8
HLB cetyl
alcohol (HLB1) = 15
Fraksi cetyl alcohol (X1)
= 10% sehingga farksinya = 0,1
Fraksi 2 (X2) = 90% atau
0,9
Maka dengan
memasukkan ke persamaan
HLB rata-rata =
X1 HLB1 + X2 HLB2
Menjadi
8 = 0,1 . 15 +
0,9 . HLB2
8 = 1,5 +0,9
HLB2
0,9 HLB2
= 6,5
HLB2
= 6,5/0,9
HLB2
= 7,2
Berdasarkan tabel diatas, surfaktan yang memiliki nilai HLB
berkisar antara 7,2 adalah Petrolatum.
Sehingga bisa disimpulkan campuran surfaktan untuk mengemulsi minyak pada lenolin terdiri dari campuran 10% cetyl alkohol dan 90% petrolatum.
Sehingga bisa disimpulkan campuran surfaktan untuk mengemulsi minyak pada lenolin terdiri dari campuran 10% cetyl alkohol dan 90% petrolatum.
Contoh Soal 2:
(20%) Sebuah gelembung busa mengapung dalam suatu system
yang mempunyai harga wSL dan ɣL 20 erg/cm2 dan 30 erg/cm2. Hitunglah harga ΔG1,
ΔG2 dan Wprakt
Jawaban:
Diketahui: WSL = 20 erg/cm2
ɣL
= 30 erg/cm2
r = 0,15 cm
Ditanya: ΔG1 ……?
ΔG2…….?
Wprakt....?
Jawab:
a)
ΔG1 = (ΔASL) . ɣL
= (π r2)
. ɣL
= (π (0,15)2 cm2)
. 30 erg/cm2
= 0,07065 cm2
. 30 erg/cm2
= 2,1195 erg
b)
WJL = 2 (ɣS . ɣL)1/2
20 erg/cm2 = 2 (ɣS. 30 erg/cm2)1/2
10 = (ɣS . 30)1/2
100 = ɣS. 30
ɣS = 100 /3
ɣS = 3,33 erg/cm2
ɣSL = -17,88
ΔG2 = (ɣS - ɣSl - ɣL) ASL
= (3,33 – (-17,88) – 30) 0,07065
= - 0,621
c)
Wprak = - WSL. ASL + ɣL. ASL
=
-20 . 0,07065 + 30 . 0,07065
=
-1,413 + 2,1195
=
0,7065
Catatan:
Contoh
soal ini merupakan beberapa soal untuk kuis mata kuliah Kimia
Permukaan, dan jawabannya adalah jawaban saya sendiri (Belum pasti
apakah jawaban ini sudah benar atau belum, sekadar hanya untuk berbagi
saja).
SUMBER
Adamson,
A.W., 1982., Physical chemistry of surface., A wiley-Interscience Publication,
USA.
Camazano, M.S., Cruz, R.M.S. dan Martin, S.M., 2003., Evaluation of
component characteristics of soil-surfactant–herbicide system that affect
enhanced desorption of linuron and atrazine preadsorbed by soil., Environ.Sci.Technol.,
37, 2759-2766.
Cruz, R.M.S., Martin, S.M.J. dan Camazano., 2006.
Surfactant-enhanced desorption of atrazine and linuron residues as affected by
agung of herbicides in soil., Arc.Environ.Contam.Toxicol., 50, 128-137.
Rosen, M.J. dan Kunjappu, J.T., 2012., Surfactants
and Interfacial Phenomena., Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar