I. Pendahuluan
Salah
satu bentuk sediaan steril adalah injeksi. Injeksi adalah sediaan
steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan yang
disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui
kulit atau selaput lendir. Dimasukkan ke dalam tubuh dengan menggunakan
alat suntik.
Suatu
sediaan parenteral harus steril karena sediaan ini unik yang
diinjeksikan atau disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke dalam
kompartemen tubuh yang paling dalam. Sediaan parenteral memasuki
pertahanan tubuh yang memiliki efesiensi tinggi yaitu kulit dan membran
mukosa sehingga sediaan parenteral harus bebas dari kontaminasi mikroba
dan bahan-bahan beracun dan juga harus memiliki kemurnian yang dapat
diterima.
Aminofilin
diindikasikan untuk asma bronkial dan untuk bronkospasme reversible
yang berhubungan dengan bronkhitis kronik dan emfisema. Obat-obat xantin
terutama teofilin dan bahan-bahan yang berhubungan dengan teofilin
merupakan bronkodilator yang paling banyak digunakan untuk bronkospasme
reversibel sedang atau berat. Juga memperbaiki pertukaran pernafasan
dengan peningkatan kontraktilitas diafragma.
II. Defenisi
Injeksi
atau parenteral adalah sediaan farmasetis steril berupa larutan,
emulsi, suspensi, atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan
lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek
jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir atau
menembus suatu atau lebih lapisan kulit atau membran mukosa menggunakan
alat suntik.
III. Rute-rute Injeksi
1. Parenteral Volume Kecil
a. Intradermal
Istilah
intradermal (ID) berasal dari kata "intra" yang berarti lipis dan
"dermis" yang berarti sensitif, lapisan pembuluh darah dalam kulit.
Ketika sisi anatominya mempunyai derajat pembuluh darah tinggi, pembuluh
darah betul-betul kecil. Makanya penyerapan dari injeksi disini lambat
dan dibatasi dengan efek sistemik yang dapat dibandingkan karena
absorpsinya terbatas, maka penggunaannya biasa untuk aksi lokal dalam
kulit untuk obat yang sensitif atau untuk menentukan sensitivitas
terhadap mikroorganisme.
b.Intramuskular
Istilah
intramuskular (IM) digunakan untuk injeksi ke dalam obat. Rute
intramuskular menyiapkan kecepatan aksi onset sedikit lebih normal
daripada rute intravena, tetapi lebih besar daripada rute subkutan.
c. Intravena
Istilah
intravena (IV) berarti injeksi ke dalam vena. Ketika tidak ada
absorpsi, puncak konsentrasi dalam darah terjadi dengan segera, dan efek
yang diinginkan dari obat diperoleh hampir sekejap.
d.Subkutan
Subkutan
(SC) atau injeksi hipodermik diberikan di bawah kulit. Parenteral
diberikan dengan rute ini mempunyai perbandingan aksi onset lambat
dengan absorpsi sedikit daripada yang diberikan dengan IV atau IM.
e. Rute
intra-arterial; disuntikkan langsung ke dalam arteri, digunakan untuk
rute intravena ketika aksi segera diinginkan dalam daerah perifer tubuh.
f. Intrakardial;
disuntikkan langsung ke dalam jantung, digunakan ketika kehidupan
terancam dalam keadaan darurat seperti gagal jantung.
g. Intraserebral;
injeksi ke dalam serebrum, digunakan khusus untuk aksi lokal
sebagaimana penggunaan fenol dalam pengobatan trigeminal neuroligia.
h. Intraspinal;
injeksi ke dalam kanal spinal menghasilkan konsentrasi tinggi dari obat
dalam daerah lokal. Untuk pengobatan penyakit neoplastik seperti
leukemia.
i. Intraperitoneal
dan intrapleural ; Merupakan rute yang digunakan untuk pemberian berupa
vaksin rabies. Rute ini juga digunakan untuk pemberian larutan dialisis
ginjal.
j. Intra-artikular
Injeksi
yang digunakan untuk memasukkan bahan-bahan seperti obat antiinflamasi
secara langsung ke dalam sendi yang rusak atau teriritasi.
k.Intrasisternal
dan peridual ; Injeksi ke dalam sisterna intracranial dan durameter
pada urat spinal. Keduanya merupakan cara yang sulit dilakukan, dengan
keadaan kritis untuk injeksi.
l. Intrakutan (i.c)
Injeksi
yang dimasukkan secara langsung ke dalam epidermis di bawah stratum
corneum. Rute ini digunakan untuk memberi volume kecil (0,1-0,5 ml)
bahan-bahan diagnostik atau vaksin.
m. Intratekal
Larutan
yang digunakan untuk menginduksi spinal atau anestesi lumbar oleh
larutan injeksi ke dalam ruang subarachnoid. Cairan serebrospinal
biasanya diam pada mulanya untuk mencegah peningkatan volume cairan dan
pengaruh tekanan dalam serabut saraf spinal. Volume 1-2 ml biasa
digunakan. Berat jenis dari larutan dapat diatur untuk membuat anestesi
untuk bergerak atau turun dalam kanal spinal, sesuai keadaan tubuh
pasien.
2. Parenteral Volume Besar
Untuk pemberian larutan volume besar, hanya rute intravena dan subkutan yang secara normal digunakan.
a. Intravena
Keuntungan rute ini adalah (1) jenis-jenis cairan yang disuntikkan lebih banyak dan bahkan bahan tambahan banyak digunakan IV
daripada melalui SC, (2) cairan volume besar dapat disuntikkan relatif
lebih cepat; (3) efek sistemik dapat segera dicapai; (4) level darah
dari obat yang terus-menerus disiapkan, dan (5) kebangkitan secara
langsung untuk membuka vena untuk pemberian obat rutin dan menggunakan
dalam situasi darurat disiapkan.
Kerugiannya
adalah meliputi : (1) gangguan kardiovaskuler dan pulmonar dari
peningkatan volume cairan dalam sistem sirkulasi mengikuti pemberian
cepat volume cairan dalam jumlah besar; (2) perkembangan potensial
trombophlebitis; (3) kemungkinan infeksi lokal atau sistemik dari
kontaminasi larutan atau teknik injeksi septik, dan (4) pembatasan
cairan berair.
b.Subkutan
Penyuntikan
subkutan (hipodermolisis) menyiapkan sebuah alternatif ketika rute
intravena tidak dapat digunakan. Cairan volume besar secara relatif
dapat digunakan tetapi injeksi harus diberikan secara lambat.
Dibandingkan dengan rute intravena, absorpsinya lebih lambat, lebih
nyeri dan tidak menyenangkan, jenis cairan yang digunakan lebih kecil
(biasanya dibatasi untuk larutan isotonis) dan lebih terbatas zat
tambahannya.
IV. Keuntungan injeksi
1. Respon
fisiologis yang cepat dapat dicapai segera bila diperlukan, yang
menjadi pertimbangan utama dalam kondisi klinik seperti gagal jantung,
asma, shok.
2. Terapi
parenteral diperlukan untukobat-obat yang tidak efektif secara oral
atau yang dapat dirusak oleh saluran pencernaan, seperti insulin, hormon
dan antibiotik.
3. Obat-obat untuk pasien yang tidak kooperatif, mual atau tidak sadar harus diberikan secara injeksi.
4. Bila
memungkinkan, terapi parenteral memberikan kontrol obat dari ahli
karena pasien harus kembali untuk pengobatan selanjutnya. Juga dalam
beberapa kasus, pasien tidak dapat menerima obat secara oral.
5. Penggunaan parenteral dapat menghasilkan efek lokal untuk obat bila diinginkan seperti pada gigi dan anestesi.
6. Dalam
kasus simana dinginkan aksi obat yang diperpanjang, bentuk parenteral
tersedia, termasuk injeksi steroid periode panjang secara
intra-artikular dan penggunaan penisilin periode panjang secara i.m.
7. Terapi parenteral dapat memperbaiki kerusakan serius pada keseimbangan cairan dan elektrolit.
8. Bila makanan tidak dapat diberikan melalui mulut, nutrisi total diharapkan dapat dipenuhi melalui rute parenteral.
9. Aksi obat biasanya lebih cepat.
10. Seluruh dosis obat digunakan.
11. Beberapa
obat, seperti insulin dan heparin, secara lengkap tidak aktif ketika
diberikan secara oral, dan harus diberikan secara parenteral.
12. Beberapa
obat mengiritasi ketika diberikan secara oral, tetapi dapat ditoleransi
ketika diberikan secara intravena, misalnya larutan kuat dektrosa.
13. Jika pasien dalam keadaan hidrasi atau shok, pemberian intravena dapat menyelamatkan hidupnya.
V. Kerugian Injeksi
1. Bentuk sediaan harus diberikan oleh orang yang terlatih dan membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan pemberian rute lain.
2. Pada
pemberian parenteral dibutuhkan ketelitian yang cukup untuk pengerjaan
secara aseptik dari beberapa rasa sakit tidak dapat dihindari.
3. Obat yang diberikan secara parenteral menjadi sulit untuk mengembalikan efek fisiologisnya.
4. Yang terakhir, karena pada pemberian dan pengemasan, bentuk sediaan parenteral lebih mahal dibandingkan metode rute yang lain.
5. Beberapa
rasa sakit dapat terjadi seringkali tidak disukai oleh pasien, terutama
bila sulit untuk mendapatkan vena yang cocok untuk pemakaian i.v.
6. Dalam beberapa kasus, dokter dan perawat dibutuhkan untuk mengatur dosis.
7. Sekali
digunakan, obat dengan segera menuju ke organ targetnya. Jika pasien
hipersensitivitas terhadap obat atau overdosis setelah penggunaan,
efeknya sulit untuk dikembalikan lagi.
8. Pemberian
beberapa bahan melalui kulit membutuhkan perhatian sebab udara atau
mikroorganisme dapat masuk ke dalam tubuh. Efek sampingnya dapat berupa
reaksi phlebitis, pada bagian yang diinjeksikan.
VI. Komposisi Injeksi
1. Bahan aktif
2. Bahan tambahan
a. Antioksidan
: Garam-garam sulfurdioksida, termasuk bisulfit, metasulfit dan sulfit
adalah yang paling umum digunakan sebagai antioksidan. Selain itu
digunakan :Asam askorbat, Sistein, Monotiogliseril, Tokoferol.
b. Bahan
antimikroba atau pengawet : Benzalkonium klorida, Benzil alcohol,
Klorobutanol, Metakreosol, Timerosol, Butil p-hidroksibenzoat, Metil
p-hidroksibenzoat, Propil p-hidroksibenzoat, Fenol.
c. Buffer : Asetat, Sitrat, Fosfat.
d. Bahan pengkhelat : Garam etilendiamintetraasetat (EDTA).
e. Gas inert : Nitrogen dan Argon.
f. Bahan penambah kelarutan (Kosolven) : Etil alcohol, Gliserin, Polietilen glikol, Propilen glikol, Lecithin
g. Surfaktan : Polioksietilen dan Sorbitan monooleat.
h. Bahan pengisotonis : Dekstrosa dan NaCl
i. Bahan pelindung : Dekstrosa, Laktosa, Maltosa dan Albumin serum manusia.
j. Bahan penyerbuk : Laktosa, Manitol, Sorbitol, Gliserin.
3. Pembawa
a. Pembawa air
b. Pembawa nonair dan campuran
o Minyak nabati : Minyak jagung, Minyak biji kapas, Minyak kacang, Minyak wijen
o Pelarut bercampur air : Gliserin, Etil alcohol, Propilen glikol, Polietilenglikol 300.
VII. Syarat-syarat Injeksi
1. Bebas
dari mikroorganisme, steril atau dibuat dari bahan-bahan steril di
bawah kondisi yang kurang akan adanya kombinasi mikroorganisme (proses
aseptik).
2. Bahan-bahan bebas dari endotoksin bakteri dan bahan pirogenik lainnya.
3. Bahan-bahan yang bebas dari bahan asing dari luar yang tidak larut.
4. Sterilitas
5. Bebas dari bahan partikulat
6. Bebas dari Pirogen
7. Kestabilan
8. Injeksi sedapat mungkin isotonis dengan darah.
VIII. Wadah Injeksi
Ada
dua tipe utama wadah untuk injeksi yaitu dosis tunggal dan dosis ganda.
Wadah dosis tunggal yang paling sering digunakan adalah ampul dimana
kisaran ukurannya dari 1-100 ml. pada kasus tertentu, wadah dosis ganda
dan sebagainya berupa vial serum atau botol serum. Kapasitas vial serum
1-50 ml, bentuknya mirip ampul tetapi disegel dengan pemanasan. Ditutup
dengan penutup karet spiral. Botol serum juga dapat sebagai botol tipe
army dengan kisaran ukuran dari 75-100 ml dan memiliki mulut yang lebar
dimana ditutup dengan penutup karet spiral. Labu atau tutup yang lebih
besar mengandung 250-2000 ml, digunakan untuk cairan parenteral yang
besar seperti NaCl isotonis.
1. Gelas
Gelas
digunakan untuk sediaan parenteral dikelompokkan dalam tipe I, Tipe II,
dan Tipe III (tabel 8). Tipe I adalah mempunyai derajat yang paling
tinggi, disusun hampir ekslusif dan barosilikat (silikon dioksida),
membuatnya resisten secara kimia terhadap kondisi asam dan basa yang
ekstrim. Gelas tipe I, meskipun paling mahal, ini lebih disukai untuk
produk terbanyak yang digunakan untuk pengemasan beberapa parenteral.
Gelas tipe II adalah gelas soda-lime (dibuat dengan natrium sulfit atau
sulfida untuk menetralisasi permukaan alkalinoksida), sebaliknya gelas
tipe III tidak dibuat dari gelas soda lime. Gelas tipe II dan III
digunakan untuk serbuk kering dan sediaan parenteral larutan berminyak.
Tipe II dapat digunakan untuk produk dengan pH di bawah 7,0 sebaik
sediaan asam dan netral. USP XXII memberikan uji untuk tipe-tipe gelas
berbeda.
Formulator
harus mengetahuidan sadar bahwa masing-masing tipe gelas adalah berbeda
dan level bahan tambahannya (boron, sodium, potassium, kalsium, besi,
dan magnesium) yang berefek terhadap sifat kimia dan fisika. Oleh karena
itu, formulator sebaiknya mempunyai semua informasi yang diperlukan
dari pembuatan gelas untuk memastikan bahwa formulasi gelas adalah
konsisten dan dari batch dan spesifikasi bahan tambahan adalah konsisten
ditemukan.
Gelas untuk parenteral volume kecil – Tabel 8
Tipe
|
Definisi Umum
|
Test USP
|
Batas
| |
Ukuran (ml)
|
ml 0,02 N asam
| |||
I
|
Paling resisten, gelas borosilikat
|
Gelas serbuk
|
Semua
|
1,0
|
II
|
Gelas dibuat dari soda lime
|
Attack water
|
100 atau kurang
lebih 100
|
0,7
0,2
|
III
|
Gelas soda lime
|
Gelas serbuk
|
Semua
|
8,5
|
IV
|
Gelas soda lime-tujuan umum
|
Gelas serbuk
|
Semua
|
15,0
|
Wadah
gelas ambar digunakan untuk produk yang sensitif terhadap cahaya. Warna
ambar dihasilkan dengan penambahan besi dan mangan oksida untuk
formulasi gelas. Namun demikian, dapat leach ke dalam formulasi dan
mempercepat reaksi oksidasi.
2. Karet
Formulasi
karet digunakan dalam sediaan parenteral volume kecil untuk penutup
vial dan catridge dan penutup untuk pembedahan. Formulasi ini
betul-betul kompleks. Tidak hanya mereka mengandung basis polimer karet,
tetapi juga banyak bahan tambahan seperti bahan pelunak, pelunak,
vulkanishing, pewarna, aktivator dan percepatan, dan antioksidan. Banyak
bahan-bahan tambahan ini tidak dikarakteristikkan untuk isi atau
pemurnian dan dapat bersumber dari masalah degradasi fisika dan kimia
dalam produk parenteral. Seperti gelas, formulator harus bekerja dengan
tertutup dengan pembuat karet untuk memilih formulasi karet yang tepat
dengan spesifikasi tetap dan karakteristik untuk mempertahankan
kestabilan produk.
Paling
banyak polimer karet digunakan dalam penutup sediaan parenteral volume
kecil adalah alami dan butil karet dengan silikon dan karet neopren
digunakan jarang. Butil karet lebih disukai karena ini diinginkan
sedikit bahan tambahan, mempunyai penyerapan uap air rendah (oleh karena
itu, baik untuk serbuk kering steril sensitif terhadap kelembaban) dan
sifat sederhana dengan penghormatan penyerapan gas dan reaktivitas
dengan produk farmasetik.
Masalah
dengan penutup karet termasuk leaching bahan ke dalam produk,
penyerapan bahan aktif atau pengawet antimikroba oleh elastomer dan
coring karet oleh pengulangan insersi benang. Coring menghasilkan
partikel karet yang berefek terhadap kualitas dan keamanan potensial
produk.
Silikonisasi
penutp karet adalah umum dilakukan untuk memfasilitasi pergerakan karet
melalui peralatan sepanjang proses dan peletakan ke dalam vial. Akan
tetapi, silikon tidak bercampur dengan obat hidrofilik, khususnya
protein. Kontak yang luar biasa dengan karet tersilikonisasi dapat
menghasilkan agregasi protein. Pembuatan elastomer mempunyai
perkembangan formulasi yang tidak menginginkan penggunaan silikon untuk
menggunakan dalam operasi produksi kecepatan tinggi.
3. Plastik
Pengemasan
plastik adalah sangat penting untuk bentuk sediaan mata yang diberikan
oleh botol plastic fleksibel, orang yang bersangkutan memeras untuk
mengeluarkan tetesan larutan steril, suspensi atau gel. Wadah plastic
parenteral volume kecil lain dari produk mata menjadi lebih luas dipakai
karena pemeliharaan harga, eliminasi kerusakan gelas dari kenyamanan
penggunaan. Seperti formulasi karet, formulasi plastik dapat
berinteraksi dengan produk, menyebabkan masalah fisika dan kimia.
Formulasi plastik adalah sedikit. Kompleks daripada karet dan cenderung
mempunyai potensial lebih rendah untuk bahannya. Paling umum digunakan
plastik polimer untuk sediaan mata adalah polietilen densitas rendah.
Untuk sediaan parenteral volume kecil yang lain, formulasi polyolefin
lebih luas digunakan sebaik polivinil klorida, polipropilen, poliamida
(nilon), polikarbonat dan kopolimer (seperti etilen-vinil asetat).
Tabel 9- Komponen karet Dapat Diautoklaf Digunakan Dalam
Sediaan Parenteral Volume Kecil
Tipe
|
Bahan Tambahan
|
Penyerapan Uap Air
|
Reaksi Potensial Dengan Produk
|
Butil
|
Sederhana
|
Rendah
|
Sederhana
|
Natural
|
Tinggi
|
Sederhana
|
Tinggi
|
Neupren
|
Tinggi
|
Sederhana
|
Tinggi
|
Polisopren
|
Tinggi
|
Sederhana
|
Sederhana
|
Silikon
|
Sederhana
|
Sangat tinggi
|
Rendah
|
4. Container / wadah
Tipe
wadah yang paling umum digunakan untuk sediaan parenteral volume kecil
adalah gelas atau vial polietilen dengan penutup karet dan besi. Gelas
ampul digunakan paling banyak untuk sistem pengemasan parenteral volume
kecil, tetapi jarang digunakan sekarang karena masalah aprtikel gelas
ketika leher ampul dibuka. Masing-masing pembedahan dan wadah catridge
mempunyai peningkatan popularitas dan penggunaan karena kenyamanan
mereka dibandingkan vial dan ampul. Vial dan ampul menginginkan
kemunduran produk dari kemasan. Injeksi, sebaliknya produk-produk dalam
pembedahan dan catridge adalah siap untuk diberikan. Keduanya digunakan
untuk parenteral volume besar (LVP).
Wadah plastik digunakan untuk penggunaan produk mata. Salep dengan tube logam digunakan untuk kemasan salep mata steril.
IX. Cara Penyegelan Ampul
Ampul dapat ditutup dengan melelehkan bagian gelas dari leher ampul sehingga membentuk segel penutup atau segel tarik. Segel penutup
dibuat dengan melelehkan sebagian gelas pada bagian atas leher ampul
bulatan gelas dan menutup bagian yang terbuka. Segel tarik dibuat dengan
memanaskan leher dari suatu ampul yang berputar di daerah ujungnya
kemudian menarik ujungnya hingga membentuk kapiler kecil yang dapat
diputar sebelum bagian yang meleleh tersebut ditutup.
X. Cara Pengisian Ampul.
Untuk
pengisian ampul, jarum hipodermik panjang adalah penting karena
lubangnya kecil. Jarum harus dimasukkan ke dalam ampul sampai di bawah.
Leher ampul, tetapi tidak cukup jauh untuk masuk ke dalam larutan yang
dimasukkan ke dalam ampul. Jarum harus dikeluarkan dari ampul tanpa
menggunakan tetes larutan pada dinding primer dari leher ampul. Metode
ini digunakan untuk mencegah pengurangan dan pengotoran jika ampul
disegel.
Sumber :
1. Ditjen POM, (1979), Farmakope Indonesia, Edisi III, Depkes RI, Jakarta.
2. Ditjen POM, (1995), Farmakope Indonesia, Edisi IV, Depkes RI, Jakarta.
3. Parrot, L.E., (1971), Pharmaceutical Technology Fundamental Pharmaceutics, Burgess Publishing Co, USA.
4. Jenkins, G.L., (1969), Scoville's:The Art of Compounding, Burgess Publishing Co, USA.
5. Gennaro, A.R., (1998), Remington's Pharmaceutical Science, 18th Edition, Marck Publishing Co, Easton.
6. Tjay, T.H., (2000), Obat-obat Penting, Edisi V, Depkes RI, Jakarta.
7. Ganiswara, S.B., (1995), Farmakologi dan Terapi, Edisi IV, Bagian Farmakologi FKUI, Jakarta.
8. Kibbe,A.H., (1994), Handbook of Pharmaceutical Excipient, The Pharmaceutical Press, London.
9. Lachman, L, et all, (1986), The Theory and Practise of Industrial Pharmacy, Third Edition, Lea and Febiger, Philadelphia.
10. Turco, S.,dkk., (1970), Sterile Dosage Forms, Lea and Febiger, Philadelphia.
11. Parfitt,K., (1994), Martindale The Complete Drug Reference, 32nd Edition, Pharmacy Press.
12. Groves,M.J., ( ), Parenteral Technology Manual, Second Edition, Interpharm Press.
13. ISFI, (2004), ISO Indonesia, Volume 39-2004, PT Anem Kosong Anem (AKA), Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar